Sebut saja Aifa
(bukan nama sebenarnya), seorang mahasiswi muslim di fakultas matematika dan
ilmu pengetahuan alam pada salah satu universitas di kota atlas, Jawa Tengah.
Lembaran baru dalam kehidupannya menjadi seorang mahasiswi, menjadi sejarah
barunya kelak setelah lulus wisuda. Karena dalam kehidupannya kali ini, titik
tolak perubahannya terjadi.
Seperti
mahasiswi muslim Fmipa pada umumnya, ia juga mengenakan selembar kain penutup
kepala yang dikenal dengan kerudung. Kain yang menurut para ahli agama adalah
sebagai identitas sekaligus simbol keislamannya. Aifa sudah terbiasa dengan
kain penutup kepalanya. Tak merasa risih, tak merasa gerah atau takut kena
penyakit yang menyerang kepala yang katanya sih sirkulasi udara bisa tertahan
di kain dan tidak lepas ke udara bebas. Namun nyatanya, selama ini ia merasa
sangat tertolong dengan kehadiran kerudung di kepalanya. Karena kulit kepalanya
terhindar dari sengatan matahari langsung dan sinar UV yang dapat menyebabkan
kanker kulit.
Ada lagi, mitos
yang mengatakan bahwa dengan berkerudung, kulit akan mudah berketombe. Namun
Aifa tak percaya dengan hal itu, karena dari sebuah penelitian yang dilakukan
oleh ilmuwan barat menyimpulkan bahwa ketombe disebabkan oleh bakteri, bukan
karena kain kerudung!
Aifa memang tipe
orang yang sangat mudah menerima perubahan. Mungkin sangat berbeda dengan orang
lain yang butuh berbagai cara untuk menerima suatu hal yang baru. Dari sinilah,
ia mengamati dan menganalisis mengapa banyak mahasiswi di fakultasnya yang
menggunakan kerudung berukuran sangat lebar? Sampai-sampai ada yang menyebutnya
kain taplak atau kain sprei? Apa buat tren masyarakat sekarang sejak kemunculan
artis cantik Oki Setiana Dewi di film ketika cinta bertasbih yang diangkat dari
novel karya Habiburahman El Shirazy? Jadi, banyak yang ngikutin fashionnya?
Butuh analisis
yang lebih jauh lagi bagi Aifa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Dia
hanyalah mahasiswi baru di fakultas itu. Yah, mungkin karena keturunan
‘genetis’ kali ya, saat ada orang yang makai kerudung lebar, kemudian diikuti
junior-juniornya yang pengen kaya seniornya, istilah di perkembangan psikologi
manusia yaitu imitasi.
Pertanyaan-pertanyaan
Aifa terjawab saat ia tak sengaja mengikuti kajian keputrian di masjid kampus.
Aifa mendengar dan menyimak dengan baik setiap penuturan dari pembicara kajian
tersebut. Tergetar hatinya saat pembicara menyampaikan sebuah petikan surat
cinta dari Allah:
“…Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…” [QS. An-Nuur 24:31]
Dan juga di
surat al-Ahzab ayat 59:
“Wahai nabi!
Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang
mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang
demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyanyang.”
Ya, Aifa sadar.
Aifa sadar bahwa segala yang berasal dari Tuhannya pasti baik untuk dirinya di
dunia dan kelak di fase hidup yang banyak diingkari oleh manusia-manusia yang
lalai, yaitu akhirat. Aifa tidak mau mengingkari kata hatinya, bahwa surat yang
baru saja ia dengar dari pembicara, datangnya berasal dari Rabb semesta alam,
Rabb yang telah menciptanya, Ilah yang telah menjadi sesembahannya selama ini. Mengapa
Aifa harus enggan untuk mengikuti perintahNya?
Ya, Aifa sadar.
Sepulang ini Aifa harus membeli kain jilbab atau kerudung yang lebih lebar lagi, meski uang
jajan untuk kehidupan di tempat perantauan ini masih sangat terbatas untuk
makan dan biaya foto copy atau ngeprin tugas kuliah, tapi Aifa harus tahu
prioritas. Kebutuhannya sekarang ialah menutupkan kain hingga menutupi dadanya,
tidak sebatas di kepala. Dan ia harus mencari kain yang tebal dan longgar.
Bukan yang tipis menerawang dan ketat.
Aifa membuka
hati yang telah ia kunci sendiri selama ini, Aifa bersyukur karena Dia
membimbing Aifa hingga ia sadar. Tidak hanya tahu. Tidak hanya wacana. Tidak
hanya ikut-ikutan tren. Tapi, sebagai bukti cinta dan ketaatannya kepada Rabb
yang telah menciptakannya melalui kedua orangtuanya, bukti ketundukannya kepada
Rabb yang terus memberinya nasi, air putih, udara, tempat tidur, pakaian dan
segala hal yang ia miliki dan ia nikmati selama ini tetapi lupa ia syukuri,
lewat berjilbab.
Setelah Dia
membukakan pintu hidayah itu, Aifa semakin mudah dalam menerima ilmu-ilmu
agama, ia makin bersemangat dalam menuntut ilmu. Menurut Aifa, segala ilmu yang
ia dapatkan, muaranya hanya untuk Allah dan untuk kemajuan islam di dunia.
Karena ia tahu, banyak saudara-saudaranya yang meskipun sudah kuliah di
universitas yang dipenuhi dengan ilmu keislaman, namun akhlaknya jauh dari
nilai-nilai islam.
(semoga
menginspirasi muslimah di dunia ini)
Ikutilah majelis ilmu yang ada di kampus saudariku, insya Allah banyak kebermanfaatan yang akan kita peroleh..., n_n apalagi sebagai calon ibu untuk mendidik anak-anaknya kelak...,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar